SINOPSIS
Roman Tetralogi baru mengambil latarbelakang dan
cikalbakal nation Indonesia Di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu
kita dibalikkan sedemiikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan
nasional mula-mula, juga pertauan rasa, kegamangan jiwa, percintaan,
dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian
bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman
bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan
kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia
berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya
menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa
ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan
dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara
Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah
sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan
nenekku, dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga
kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat
sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun
demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan
oleh kemajuan ilmu...Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesr melalui
perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin!
Uh,anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
`Kita kalah, Ma, `bisikku.
`Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknnya, sehormat-hormatnya.`