My site is worth$2,100.64Your website value?
Hal tersebut secara nyata terbukti pada para remaja di Amerika Serikat. Survei terbaru menunjukkan, 1 dari 5 remaja di sana mengalami gangguan pendengaran. Kebiasaan mendengarkan musik dari pemutar digital dengan volume keras dituding menjadi penyebabnya.
Penelitian yang dilakukan para ahli dari Harvard itu menunjukkan prevalensi gangguan pendengaran meningkat dari 15 persen pada tahun 1988-1994 menjadi 19,5 persen pada survei tahun 2005-2006.
Mayoritas gangguan pendengaran termasuk "ringan", yaitu ketidakmampuan mendengar suara pada desibel 16-24 atau suara setara bisikan atau gemerisik daun. Namun, gangguan pendengaran ini secara berangsur bisa memburuk.
"Gangguan pendengaran ringan ini masih memungkinkan mereka untuk mendengar suara vokal dengan jelas. Namun, mungkin ada sebagaian suara konsonan yang kurang begitu jelas, misalnya huruf-huruf T, K, dan S," kata dr Gary Curhan, salah satu peneliti.
Walaupun para peneliti tidak secara khusus menuding iPod sebagai biang keladi, peningkatan jumlah penderita gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi terus meningkat. Penelitian terbaru di Australia juga menunjukkan hasil yang tak jauh beda.
"Dalam jangka panjang, kebiasaan mendengarkan musik dari player dengan volume keras memang bisa mengganggu pendengaran, tapi bukan berarti anak-anak tidak boleh menggunakan MP3 player," kata Curhan.
Awal Maret 2011, media massa ramai memberitakan, penabuh drum grup rock Genesis, Phil Collins (60), akan mundur dari karier musik yang dijalani lebih dari 40 tahun akibat gangguan kesehatan. Pemusik kelahiran Inggris itu mengalami masalah telinga, dislokasi tulang, dan kerusakan saraf pada lengan.
Bagi pemusik, alat pendengaran merupakan harta tak ternilai. Di sisi lain, ada potensi gangguan pendengaran akibat tingginya intensitas bunyi alat musik yang dimainkan.
Berdasarkan studi Marshall Chasin dari Centre for Human Performance and Health, Kanada, intensitas (kerasnya) bunyi bass drum dapat mencapai 106 desibel (dB).
Guru Besar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenny Endang Bashiruddin memaparkan, bunyi aman bagi telinga adalah intensitas 85 dB dalam 8 jam per hari kerja atau 40 jam per minggu berdasarkan panduan Occupational Safety Health Association (OSHA).
Hukum ”tiga” dapat dimanfaatkan sebagai panduan. Artinya, setiap penambahan tiga desibel, waktu aman pajanan makin pendek. Misalnya, seseorang aman jika terpajan 85 dB dalam waktu 8 jam, 88 dB dalam waktu 4 jam, 91 dB dalam waktu 2 jam, 94 dB dalam waktu 1 jam, 97 dB dalam waktu 30 menit, 100 dB dalam waktu 15 menit, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, dapat terjadi kerusakan alat pendengaran. ”Penabuh gamelan bali yang sangat energik dan keras bunyi musiknya pernah diteliti. Ternyata, mereka mengalami gangguan pendengaran,” kata Jenny.
Proses mendengar berawal dari gelombang bunyi yang ditangkap oleh daun telinga. Bunyi diteruskan ke liang telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga (membran timpani). Bergetarnya tulang-tulang pendengaran (martil, landasan, dan sanggurdi) di telinga tengah menggetarkan cairan di rumah siput (koklea) di telinga bagian dalam. Getaran kemudian diteruskan ke saraf pendengaran (saraf auditorius) dan disampaikan ke otak untuk diinterpretasikan. Saat itulah kita mengetahui bunyi yang didengar.
Bunyi yang terlalu keras akan merusak sel-sel rambut di koklea. ”Jika terjadi terus, gangguan pendengaran semakin berat dan sulit diperbaiki,” ujarnya.
Jenny mengatakan, gangguan pendengaran akibat bising, yang dikenal sebagai noise induced hearing loss (NIHL), merupakan salah satu gangguan pendengaran yang dapat dicegah.
Pemain drum atau orang yang bekerja di lingkungan bising dapat menggunakan penutup telinga untuk mengurangi intensitas bunyi.
Menjaga organ gerak
Mengingat bermusik merupakan aktivitas yang sarat gerak, penabuh drum juga perlu mewaspadai gangguan pada organ gerak.
Dokter ahli saraf Darmawan Muljono, mewakili tim dokter dari Ramsay Spine Center Rumah Sakit Premier Bintaro, menyebutkan, cedera tulang belakang pada penabuh drum terkait erat dengan pergerakan tubuh. Selain Darmawan, tim dokter Spine Center terdiri dari ahli bedah tulang Luthfi Gatham, ahli rehabilitasi medik Peni Kusumastuti, ahli saraf Tuti Suwirno Zacharia, dan ahli radiologi Riris Himawati.
Aktivitas yang melampaui kemampuan, seperti mengangkat beban berat atau terpukul, dapat mengakibatkan kerusakan anggota gerak. Cedera juga bisa terjadi tanpa disadari, tetapi berulang-ulang dalam jangka waktu lama (minimal repetitive accumulative injury) serta pemakaian berlebihan (over-use injury). Penabuh drum berisiko mengalami cedera karena saat menabuh drum tak ada penunjang kedua lengannya sehingga besar kemungkinan timbul gangguan di tengkuk dan leher.
Leher sering mengalami cedera, seperti kerusakan tulang, persendian, dan jaringan pengikat. Gangguan itu akan mengganggu sistem saraf. Timbul nyeri di tengkuk, sakit kepala, dan kesemutan yang menjalar ke lengan. Jika berkelanjutan, terjadi pengisutan otot, akhirnya otot lemah dan lumpuh.
Risiko lain ialah gangguan saraf lengan atau saraf persendian tangan. Terjadi penjepitan saraf dalam terowongan sendi tangan akibat peradangan karena cedera. Timbul rasa nyeri, kesemutan, baal pada jari-jari tangan dan telapak serta punggung tangan, kesulitan menggenggam, lama-kelamaan otot mengisut, dan terjadi kelemahan otot-otot jari tangan.
Persendian dan otot-otot lengan juga dapat cedera, misalnya persendian gelang bahu, persendian siku, tangan, dan jari-jari. Persendian atau otot yang cedera akan terasa nyeri dan pergerakan jadi terbatas.
Guna mengurangi risiko cedera, latihan pemanasan berupa peregangan pinggang, leher, gelang bahu, lengan, siku, tangan, dan jari-jari sangat penting. Pembebanan yang bertahap untuk mengondisikan anggota gerak menghadapi segala postur dan aktivitas akan sangat membantu. Sebaiknya aktivitas yang berlebihan dihindari dengan cara beristirahat setelah beberapa pertunjukan.
”Postur tubuh yang baik saat beraktivitas dapat mencegah cedera. Letak tempat duduk dengan alat musik perlu diatur agar tidak terjadi kesalahan postur. Ukuran batang pemukul drum perlu disesuaikan dengan ukuran tangan,” kata Darmawan.
Jika terjadi cedera, pemusik disarankan berhenti sementara guna mencegah kerusakan lebih lanjut. Daerah yang cedera dikompres es selama 7-10 menit dan diistirahatkan 24-48 jam sambil melakukan latihan ringan tanpa pembebanan. Obat antiperadangan dapat dikonsumsi untuk meringankan keluhan.
Jika keluhan tidak berkurang, langkah terbaik adalah memeriksakan diri ke dokter. Keadaan kronik (cedera sudah berlangsung lama) biasanya lebih sulit ditangani. Umumnya, dilakukan tindakan fisioterapi seperti pemanasan, ultrasound, stimulasi elektris guna meningkatkan aliran darah pada daerah yang terlibat, disertai latihan peregangan mobilisasi sendi-sendi atau otot yang cedera sehingga menjadi lentur dan kuat. Pemulihan bergantung pada berat ringannya gangguan, proses baru atau lamanya, serta penyebab yang mendasari kerusakan.
Darmawan mengatakan, pencegahan dan penanganan sedini mungkin tetap yang terpenting. Kalau kesehatan tetap prima, karier bermusik pun awet terjaga.
Senyawa serotonin diketahui berpengaruh pada aktivitas seksual, seperti ereksi, ejakulasi, dan orgasme. Yi Rao kemudian meneliti pengaruh serotonin terhadap orientasi seksual tikus putih percobaannya.
Untuk meneliti, Rao menggunakan tikus putih jantan yang telah direkayasa gennya. Ia membuat tikus putih percobaannya tidak mampu memproduksi serotonin dengan menonaktifkan gen yang berperan dalam produksi senyawa tersebut.
Hasilnya, tikus putih tanpa serotonin ternyata cenderung menyukai sesama jenisnya. Tikus putih tersebut mendendangkan lagu cinta dalam frekuensi ultrasonik yang biasanya didendangkan ketika ingin mengawini betina.
Rao juga menemukan bahwa 60 persen pejantan tanpa serotonin menghabiskan waktunya untuk mencumbui dan membaui genital sesama jenisnya. Sementara pejantan dengan serotonin cenderung mendekati lawan jenisnya.
Ketika Rao menginjeksikan senyawa serotonin, ia melihat bahwa para tikus tersebut cenderung tertarik pada lawan jenisnya. Sementara ketika serotonin terlalu banyak, tikus tak akan tertarik pada kedua jenis.
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi serotonin dalam tubuh tikus putih menentukan orientasi seksualnya. Serotonin harus berada dalam konsentrasi tertentu sehingga mendukung perilaku homoseks ataupun heteroseks.
Apakah hal yang sama menjadi sebab homoseksualitas pada manusia? Elaine Hull, pakar rodensia Florida State University yang tak terlibat penelitian, mengatakan, "Hal yang sama mungkin juga memengaruhi homoseksualitas atau biseksualitas pada manusia."
Namun, ia dan co-author penelitian Zhou Feng Chen mengingatkan agar kesimpulan penelitian ini tak ditanggapi berlebihan. Hail penelitian ini tak serta-merta menjelaskan sebab homoseksualitas pada manusia.
"Informasi lebih diperlukan untuk menentukan lokasi otak yang terlibat dalam regulasi serotonin dalam hal itu sebelum melompat pada kesimpulan bahwa serotonin adalah senyawa yang berpengaruh pada ketertarikan antar lelaki," kata Hull.
Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature pada 24 Maret 2011 lalu. Penelitian ini merupakan kali pertama peneliti mampu mendeskripsikan pengaruh neurotransmitter seperti serotonin terhadap orientasi seksual.
Sebelumnya, penelitian tentang sebab homoseksual juga telah dilakukan, misalnya, terkait volume otak kanan dan kiri. Sejauh ini, beberapa ilmuwan meyakini bahwa homoseksual adalah sesuatu yang telah terberi, bukan sebuah penyakit.
Terisa Acevedo (24) terpaksa tinggal di tempat kerabatnya setelah kebakaran yang terjadi pada 23 Februari lalu. Pekan lalu, dia kembali ke bekas apartemennya karena pemilik apartemen memintanya mematikan alarm mobil di tepi jalan. Saat itu dia mendengar suara dari bekas rumahnya, mengangkat reruntuhan yang menutupi pintu, dan menemukan Lola.
Menurut Acevedo, anjing yang baru berusia satu tahun itu melompat ke pelukannya dan menitikkan air mata. Dokter hewan di Angell Animal Medical Center Boston mengatakan, anjing itu menemukan air dan sisa makanan untuk bertahan hidup. Mereka mengatakan, anjing berbulu hitam itu diharapkan segera pulih.Alain, yang pernah memanjat The City Tower Jakarta setinggi 145 meter pada November 2008 itu, sempat menunda "pendakiannya" selama berjam-jam akibat terpaan angin kencang.
Alain Robert yang juga dikenal sebagai "Spider-Man" alias Manusia Laba-laba itu memerlukan waktu enam jam untuk memanjat bangunan lebih dari 160 lantai itu dengan menggunakan tambang dan pelana.
Namun, ia mengaku justru gugup karena upaya pencegahan kecelakaan yang berlebihan dan kerumunan orang untuk menyaksikan dia melakukan adegan berbahaya itu.
"Sesungguhnya ada tekanan sangat kuat terhadap diri saya. Sebab, saya tahu mereka telah memasang semuanya di sana, ini semua untuk saya. Ada jaring raksasa, tingginya 50 meter, panjang 30 meter. Saya tahu, setiap orang mau melihat saya. Jadi, itu sebenarnya agak—banyak—membuat stres," kata Robert sebelum memanjat Burj Khalifa.
Robert telah ditangkap beberapa kali di berbagai negara sebab pemerintah jarang memberi izin buat pemanjatannya yang berbahaya. Robert pertama kali memanjat gedung pada usia 12 tahun.
Itu ketika ia terkunci di apartemennya sehingga nekat memanjat bangunan delapan lantai tersebut ke satu jendela yang terbuka.