Hallo Teman-teman Semua Apa Kabarnya? Kunjungi terus dan Tinggalkan Komentar membangun yia di Blog Aku! :) :)

SAATNYA MELIRIK JAMU TRADISIONAL



Untuk memperingati Hari Kesehatan Sedunia 2011, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tema ”Resistensi Antimikrobakteri dan Sebaran Globalnya”.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan menyuntingnya menjadi ”Gunakan Antibiotik secara Tepat untuk Mencegah Kekebalan Kuman”. Alasannya, penggunaan antibiotik yang tak tepat bisa membahayakan kesehatan.

Kesadaran mencegah dan mengendalikan kuman agar tak resisten dengan mengonsumsi antibiotik sesuai ketentuan harus menjadi agenda utama setiap pemangku kepentingan agar generasi mendatang tak menjadi korban kekebalan penyakit. Selain berupaya menggunakan obat secara rasional, ada baiknya mengkaji lebih mendalam pemanfaatan jamu tradisional sebagai alternatif pengobatan.

Sejarah panjang

Dalam beberapa tahun terakhir di kota-kota besar tumbuh menjamur klinik pengobatan tradisional China. Kegencaran klinik-klinik itu berpromosi di media massa mengisyaratkan bahwa pasar pengobatan tradisional masih terbuka lebar.

Pengobatan tradisional China bertumpu pada buku Rahasia Pengobatan Kekaisaran (Huang Di Nei Jing) yang berusia ribuan tahun. Buku ini memuat kesimpulan dan sistematisasi berbagai pengalaman terapi tradisional berikut pengaitannya dengan terapi kedokteran.

Sesungguhnya sejarah panjang pengobatan tradisional itu bukan hanya milik China. Bangsa dan budaya kita juga mempunyai sejarah yang tidak kalah dalam meramu dan meracik obat/jamu tradisional. Kesuburan tanah Indonesia telah menumbuhkan beragam tanaman dengan kekayaan khasiat yang tiada tara.

Dari akar, umbi, daun, bunga, buah, hingga kulit dan batang tanaman, nenek moyang kita telah meramunya menjadi resep jamu untuk berbagai kebutuhan. Tak hanya untuk pengobatan, tetapi juga pencegahan penyakit, perawatan kecantikan, dan sediaan untuk proses yang terkait dengan kebugaran.

Prasasti Madhawapura pada zaman Majapahit yang menceritakan adanya jenis pekerjaan sebagai peracik jamu—dikenal dengan sebutan acaraki—menunjukkan bahwa jamu secara legal formal telah dikenal sejak masa kerajaan Hindu-Jawa. Tradisi ini kian melembaga pada masa Mataram-Islam. Bahkan pada tatanan tertentu jamu menjadi konsumsi eksklusif warga keraton.

Dewasa ini jamu memang tidak hanya beredar di lingkungan terbatas. Jamu dengan mudah dapat diperoleh dan dikonsumsi oleh khalayak yang membutuhkan. Begitu besarnya permintaan pasar akan ramuan tradisional ini membuat produsen jamu mengambil jalan pintas dengan mencampur ramuan tradisional dengan bahan-bahan kimia obat. Ini menandakan bahwa jamu sesungguhnya telah menjadi pilihan masyarakat luas sebagai rujukan mencari pengobatan.

Pengguna meningkat

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, masyarakat yang memilih mengobati diri sendiri dengan obat tradisional mencapai 28,69 persen, meningkat dalam waktu tujuh tahun dari yang semula hanya 15,2 persen.

Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010 memberi gambaran bahwa dari populasi di 33 provinsi dengan 70.000 rumah tangga dan 315.000 individu, secara nasional 59,29 persen penduduk Indonesia pernah minum jamu. Angka ini menunjukkan peningkatan penggunaan jamu/obat tradisional secara bermakna. Ternyata 93,76 persen masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh.

Kepercayaan masyarakat terhadap jamu yang cukup tinggi ini tentu perlu disikapi dengan arif supaya mereka tidak berpaling pada metode pengobatan tradisional bangsa lain. Tanpa citra jamu yang kuat, produk herbal dari negara lain, terutama China, akan menguasai pasar Indonesia karena promosi mereka besar-besaran walaupun jelas belum tentu benar dan aman.

Di tengah mahalnya harga obat karena di antaranya 95 persen bahan baku masih impor, jamu yang asli Indonesia dapat menjadi alternatif menjaga kesehatan, terutama untuk tindakan preventif, promotif, rehabilitatif, dan paliatif.

Meski demikian, harus diakui, di mata profesi kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan, jamu masih dipandang sebelah mata. Mereka belum berani merekomendasikan kepada pasien untuk mengonsumsi jamu karena jamu dinilai belum teruji secara praklinik dan klinik.

Jamu sebagai obat asli warisan leluhur, meskipun khasiatnya telah dirasakan masyarakat, memang belum diperlakukan sejajar dengan obat konvensional. Sebab, jamu belum dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan formal.

Sebagian kalangan profesi kesehatan di Indonesia masih berpikiran skeptis terhadap jamu. Mereka yang sesungguhnya dipercaya masyarakat justru sering menempatkan jamu sebagai obat nonmedis dan belum bersedia mengobati pasien dengan jamu.

Saintifikasi jamu

Tidak dapat dimungkiri bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengklasifikasikan jamu bukan sebagai obat yang bernilai secara ilmiah karena standardisasi kandungan kimianya belum dipersyaratkan. Regulasi BPOM ini menganggap khasiat jamu belum sepenuhnya teruji di laboratorium, lebih berdasar pada khasiat empiris yang diyakini turun-temurun.

Pada titik inilah upaya saintifikasi jamu menjadi niscaya. Saintifikasi jamu adalah penelitian berbasis pelayanan, yaitu pembuktian ilmiah atas manfaat dan keamanan jamu. Tujuannya, memberikan landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris sehingga baik masyarakat maupun profesi kesehatan menjadi yakin untuk memanfaatkan jamu sebagai bagian dari pengobatan resmi.

Saintifikasi jamu akan meningkatkan penggunaan jamu, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit. Hal yang sangat penting dan mendasar dari saintifikasi jamu adalah pencatatan medis yang lengkap dan cermat serta penggunaan formula yang sama sesuai dengan kesepakatan.

Saintifikasi jamu jelas akan meningkatkan citra jamu sehingga dari aspek ekonomi akan lebih membuka peluang pasar. Setidaknya hal ini bisa semakin meyakinkan masyarakat pencari pengobatan dan membuat jamu tidak sampai kalah pamor dengan ramuan herbal dari negeri seberang.

Oleh karena itu, patut disimak keberlanjutannya bila tahun 2011 ini Kementerian Kesehatan akan melakukan uji coba penggalian kadar keilmiahan jamu melalui pelayanan kesehatan pada 12 rumah sakit. Akankah jamu menemukan jati dirinya yang baru atau justru memperoleh tantangan yang masif dari rezim farmasi dan rezim medis?

Sumber : Kompas Indonesia

SANTAPAN SAAT DAYA TAHAN TUBUH RENDAH





Selain suplemen, ada cara lain untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Manfaatkan bahan alami seperti bawang putih, jamur shitake, kacang brasil, alpukat, dan jeruk bali.

Pemanasan global tanpa disadari memberikan dampak nyata, yakni kondisi cuaca yang sulit diprediksi. Cuaca panas bisa mendadak berubah menjadi mendung bahkan hujan, begitu juga sebaliknya.

Kondisi inilah yang membuat imunitas tubuh menjadi rendah alias menurun. Jika daya tahan menurun, tubuh akan mudah terserang penyakit. Terlebih bagi mereka yang terkurung dalam ruang ber-AC atau pekerja lapangan yang terpapar udara bebas. Dalam kondisi daya tahan tubuh menurun itulah radikal bebas sebagai agen infeksi maupun racun akan mudah menembus pertahanan tubuh.

Sebagian orang menyikapinya dengan mengonsumsi multivitamin. Harapannya, agar daya tahan tubuh tetap terjaga.

Pertanyaan berikut yang muncul, apakah itu efektif? Tentu saja sangat relatif karena harus didukung oleh kesadaran untuk memilih hidup sehat seperti mengatur pola makan dan istirahat cukup.

Tak ada yang salah dengan pemanfaatan multivitamin. Namun, ada baiknya Anda mulai mempertimbangkan cara lain yang lebih alami guna mengatasi penurunan imunitas atau daya tahan tubuh, yakni memanfaatkan khasiat bawang putih, jamur shitake, kacang brasil, alpukat, dan jeruk bali.

Seorang pencinta bahan pangan organik dari Singapura, Andrew Behrendt, dalam tulisannya Solution For Low Immunity, menjelaskan bahan alami tersebut mampu memberi pasokan mineral, vitamin A, B, C, dan E, serta asam lemak esensial. Kelima bahan tersebut terbukti mampu menjadi turbo boost atau pendongkrak kekebalan tubuh melawan demam dan flu karena perubahan cuaca.

Berikut kelima jenis bahan alami tersebut:

1. Bawang Putih

Bumbu dapur ini sumber alami antimikroba dan jamur. Bawang juga dapat merangsang tubuh memproduksi sel darah putih yang bermanfaat untuk melawan bakteri merugikan. Komponen utama yang bermanfaat bagi kesehatan dalam bawang putih disebut allicin.

Untuk mendapatkan manfaat maksimalnya, sebaiknya biarkan bawang putih terpapar udara bebas selama 10 menit sebelum dicampurkan ke dalam masakan. Jika akan dimakan langsung atau dikunyah, sebelumnya cuci lalu bersihkan kulit lapisannya dan pilih yang masih segar.

Untuk menetralkan bau mulut setelah mengonsumsi bawang putih, Anda dapat mengunyah peterseli segar (daun campuran sup). Sementara untuk menghilangkan bau di tangan, Anda dapat menggosok tangan dengan sedikit lemon.

2. Jamur Shitake

Jamur ini berbentuk seperti payung, warnanya berkisar dari cokelat sampai cokelat tua. Memiliki rasa yang kuat dan mengandung lentin yang mampu memicu produksi interferon, pelawan virus dan bakteri yang mampu melemahkan daya tahan tubuh. Beberapa studi di Penn State University, Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa jamur ini mengandung 40 kali antioksidan yang terdapat pada gandum. Kemampuan jamur ini telah membuat para ilmuwan tertarik untuk memanfaatkannya sebagai bahan penambah daya tahan tubuh.

Dibandingkan dengan jamur maitake, jamur ini lebih tahan lama karena bisa bertahan sampai 14 hari berada dalam kantong kertas atau disimpan dalam lemari es. Shitake bisa dimanfaatkan untuk segala jenis masakan, tetapi biasa digunakan sebagai campuran sup atau pasta.

3. Kacang Brasil

Kacang brasil mengandung mineral selenium yang berperan dalam mencegah demam. Dibandingkan dengan kacang lainnya, kacang brasil selain memiliki kandungan selenium tinggi, juga kaya nutrisi penting seperti magnesium, zat besi, vitamin E, glutathion, dan zinc.

Untuk mendapatkan manfaatnya Anda bisa merebus kacang ini atau mengonsumsinya sebagai campuran makanan.

4. Alpukat

Alpukat sejauh ini menjadi salah satu buah favorit untuk menangkal gejala flu. Kandungan vitamin E-nya mampu menetralkan radikal bebas dan menekan risiko infeksi, sedangkan vitamin B-nya membantu produksi antibodi secara alami. Kandungan omega-6, asam lemak esensial dalam alpukat, juga bermanfaat untuk meredakan radang. Beberapa penelitian membuktikan buah ini mampu meningkatkan sistem imun dan dapat dikonsumsi siapa pun.

Untuk memanfaatkan buah ini relatif mudah, sebagai campuran minuman sari buah atau dijus langsung tanpa gula ditambah sedikit es.

5. Jeruk Bali

Kandungan betakaroten, folat, dan potasiumnya menjadi komponen penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh. Buah ini juga berpotensi sebagai “alat” detoksifikasi karena mengandung antioksidan tinggi, yakni 350 mikrogram vitamin C per 100 gram daging jeruk.

Kandungan vitamin C ini sangat baik untuk sumber antioksidan. Bahkan, para perokok dianjurkan mengonsumsi jeruk bali paling tidak dua "siung" (helai dalam buah) setiap hari.

Untuk memanfaatkannya, ambil satu buah jeruk bali ukuran sedang yang telah dikupas dan dibuang isinya. Masukkan ke dalam blender, campur dengan air secukupnya. Jika suka, tambahkan satu sendok madu atau buah lainnya seperti mangga atau pir. Cara lain, siapkan satu buah jeruk bali ukuran sedang yang telah dikupas dan dibuang isinya dan 1 cm jahe kupas. Masukkan bahan-bahan tersebut ke blender dengan ditambah sedikit air atau tidak sama sekali sesuai selera.

Untuk campuran salad, ambil 200 gram pepaya, 200 gram apel, 200 gram nanas, 200 gram melon (semuanya dipotong dadu), dan jeruk bali ukuran sedang yang telah dikupas dan dibuang isinya lalu dipotong-potong sesuai selera. Tambahkan juga stroberi dan kiwi untuk hiasan. Siapkan juga bahan dressing, campuran alpukat yang telah diblender halus dengan mayones.

Tambahkan empat sendok madu pengganti pemanis, kocok dengan mikser sampai rata, beri air secukupnya lalu aduk rata. Selanjutnya, bahan buah segar diatur dalam mangkuk atau piring, kemudian disiram dengan dressing.