Pada hari penghisaban (penghitunngan atas amal perbuatan manusia) sedang mengantre empat orang manusia dengan berlainan profesi sewaktu masih hidup di dunia.
Manusia pertama bernama Alim, yang konon sewaktu masih hidup di dunia adalah seorang kyai yang sangat terkenal keluasan ilmunya dan kesalehan ibadahnya serta mempunyai ribuan santri.
Manusia kedua bernama Somad, yang mana sewaktu masih hidup di dunia berprofesi sebagai Kepala Desa yang sangat disayangi oleh warganya karena kejujuran dan keadilannya.
Manusia ketiga bernama Badri, dimana sewaktu hidupnya merupaka seorang juragan yang sangat kaya raya serta terkenal pula kedermawanannya dan kemurahan hatinya dalam menolong dan membantu orang-orang yang kesusahan.
Manusia keempat bernama Soleh, yaitu ketika hidupnya adalah merupakan seorang tukang becak yang biasa mangkal di terminal.
Keempatnya sewaktu didunia tinggal di desa yang sama, meskipun bukan tetangga yang saling berdekatan rumahnya.
Dan kebetulan pula kematian merekapun hampir bersamaan waktunya, meskipun dari sebab yang berbeda-beda.
Kyai Alim, meninggal dunia karena sakit sepuh (tua) karena beliau memang ditakdirkan Allah SWT berusia lanjut, hingga kira-kira 95 tahun.
Lurah Somad, meninggal karena terbunuh oleh seorang pesaing politiknya yang iri dengki melihat pengaruh Lurah Somad yang demikian kuat pada semua warganya. Pesaingnya ini merasa dendam akibat dikalahkan sewaktu PILKADES, padahal dia sudah mengelurakan uang demikian banyak untuk menyuap dan membayar penduduk supaya memilihnya.
Haji Badri (demikian biasanya orang menyebutnya), meninggal akibat sakit komplikasi yang membuatnya harus menginap selama sebulan di sebuah rumah sakit ternama di sebuah kota besar ibukota provinsi.
Kang Soleh, meninggal dunia disebabkan karena kecelakaan di jalan raya, dimana sewaktu kang Soleh pulang dari mangkalnya di terminal, ditengah perjalanan sebuah truk tronton dengan kecepatan tinggi menabraknya dari belakang yang mengakibatkan dia tewas seketika di jalan itu.
……………………………….
Ketika itu yang mengantri paling depan adalah Kyai Alim.
Maka berkatalah Malaikat penghitung kepadanya:
“ He fulan, melihat kitab catatan amalmu kamu harus masuk neraka !” demikian Malaikat berkata sambil membentak.
“ Perkenalkan, nama saya Alim, selama hidup saya adalah seorang kyai yang wara’, zuhud dan ‘alim serta selalu mengamalkan dan mengajarkan ilmu saya kepada banyak sekali murid di pesantren saya, seumur hidup saya selalu membaktikan diri saya untuk agama dan umat, kenapa saya mesti masuk neraka ?“ Kyai Alim berupaya memprotes.
“ Iya betul, tetapi dalam setiap amaliyahmu selalu terselip perasaan ujub, kau selalu merasa paling alim, paling wara’, paling zuhud, paling khusyuk, maka kau tak pantas masuk syurga, karena sifat ujub adalah bagian dari kesombongan, tempatmu adalah neraka, maka pergilah kau kesana!”, Malaikat membentak, lalu melemparkannya ke neraka.
Pengantri yang kedua adalah Lurah Somad, yang kemudian dipanggil pula untuk menghadap.
“ He fulan, melihat kitab catatan amalmu kamu harus masuk neraka !” Malaikat berkata kepada Lurah Somad.
“ Lho kok bisa begitu Malaikat ? “ protes Lurah Somad.
“ Padahal selama hidup saya tidak pernah maksiyat kepada Allah, saya selalu menjalankan perintah agama dengan sungguh-sungguh, dan juga sewaktu menjadi Kepala Desa saya selalu bersikap adil, jujur, amanah, mengayomi seluruh rakyat saya, mensejahterakan kehidupan mereka serta menjadikan desa saya adil, makmur dan sejahtera”, jelas Lurah Somad membela diri.
“ Benar Lurah Somad, tetapi perlu kau ketahui bahwa dibalik sikap adilmu dan pengayomanmu kepada rakyatmu karena engkau kepingin terkenal, kepingin masyhur, dan kepingin dipuja-puja oleh rakyatmu, agar melanggengkan kekuasaanmu, sifat seperti ini adalah bagian dari kesombongan, dan kau harus masuk neraka !”, dengan bengis Malaikat berkata, kemudian menyeretnya menuju neraka.
Berikutnya yang datang menghadap adalah Haji Badri.
“ He fulan, melihat kitab catatan amalmu kamu harus masuk neraka !” bentak Malaikat kepada Haji Badri.
“ Mohon maaf Malaikat yang terhormat, mengapa saya harus masuk neraka, dahulu sewaktu masih hidup didunia, saya seorang yang dermawan, hampir seluruh harta saya belanjakan di jalan Allah, untuk berzakat, infaq dan sedekah, pendeknya setiap orang yang membutuhkan uluran tangan saya selalu saya bantu, hutang piutang mereka saya lunaskan, kesulitan mereka saya mudahkan”, Haji Badri mencoba menerangkan.
“ Ketahuilah wahai Haji Badri, semua kedermawananmu itu sia-sia belaka, karena kau menyembunyikan perasaan riya’, pamer dan mengharapkan pujian dari manusia lain, dengan demikian kau telah berbuat kesombongan, maka dari itu tempatmu adalah neraka !”, sambil berkata demikian Malaikat membuang Haji Badri kedalam neraka.
Kemudian datanglah kang Soleh dengan mengendarai becaknya mengantri dihadapan Malaikat.
“ He fulan, melihat kitab catatan amalmu kamu pantas masuk syurga !” Malaikat berkata dengan lembut kepada kang Soleh.
“ Karena dibalik kemiskinannmu kamu tidak berputus asa dari rahmat Allah, kamu selalu bersyukur dan tidak pernah mengeluh, serta semua ibadah yang kamu lakukan dilandasi rasa ikhlas semata-mata kepada Allah, maka dari itu Allah mengganjarmu dengan syurga-Nya “, Malaikat melanjutkan penjelasannya.
“ Terima kasih wahai Malaikat, tetapi saya tidak mau masuk syurga kalau Kyai Alim juga tidak masuk syurga !”, kata kang Sholeh.
“ Lho kenapa ?”, tanya Malaikat.
“ Sebab, saya bisa tahu cara beribadah, saya belajar teori keikhlasan adalah karena saya berguru dan mengaji kepada Kyai Alim, maka saya tidak mau masuk syurga jika guru saya Kyai Alim tidak dimasukkkan ke syurga !”, harap kang Sholeh.
“ Baik, baik, atas kemurahanmu, Kyai Alim boleh masuk syurga bersamamu “, kata Malaikat.
“ Iya tetapi saya tetap tidak mau masuk syurga, jika Lurah Somad tidak masuk syurga “, kang Sholeh menyanggah lagi.
“ Lho ada apa ini ?”, heran Malaikat.
“ Karena berkat keadilan Lurah Somad serta perlindungannya kepada kaum miskin seperti saya, maka saya merasa hidup tentram dan nyaman di desa itu, maka saya mohon agar Lurah Somad bisa masuk syurga bersama saya “, kang Soleh memohon.
“ Boleh, boleh, berkat kemurahanmu pula, Lurah Somad bisa masuk syurga bersamamu “, kata Malaikat.
“ Malaikat boleh tidak aku minta satu permintaan lagi ?”, tanya kang Soleh.
“ Apa permintaanmu selanjutnya ?”, balik tanya Malaikat.
“ Aku minta Haji Badri, dimasukkan syurga pula bersamaku ,” jawab kang Soleh.
“ Apa alasan yang kamu ajukan, mengajak Haji Badri ke syurga bersamamu ?”, kembali Malaikat bertanya.
“ Karena Haji Badri sering kali membantuku jika aku kesulitan, dan harap diketahui wahai Malaikat, bahwa becak yang merupakan saranaku mencari rejeki dengan halal di jalan Allah ini merupakan pemberian dari Haji Badri, demikian harap kiranya Haji Badri dimasukkan syurga bersama saya ,” harap kang Soleh.
“ Baik, baik, sebab kemurahanmu kalian berempat boleh masuk syurga bersama-sama “, demikian Malaikat menutup persidangan empat orang tersebut.
Lalu mereka berempatpun bersama-sama naik syurga dengan membonceng becak kang Soleh, yang kecepatannya melebihi kecepatan cahaya. (Wallaahu A’lam Bishowab)