[1] Jikalau suatu ketika ada sampah menumpuk di rumahmu, maka segera hubungi 0812345678910 atau kirim kabar via email di pemulung.makmursekali@yohaa.com dan tunggulah beberapa saat karena karyawan kami dari perusahaan Pemulung Jaya akan segera mengambilnya tanpa imbalan apapun.
Sekarang sudah zaman modern, di tahun 2030 tidak ada lagi pemulung berjalan keliling membawa karung usang dengan baju robek dengan bau badan yang mirip comberan. Pemulung di zaman ini memiliki kemajuan pesat. Semua kini memakai kemeja dan dasi, harum dan rapi, serta tak lagi menjijikan. Kami juga sudah diakui pemerintah dalam negeri, bahkan kantor pusat kami di Ibu Kota terletak di dekat bundaran HI, itu sebagai bukti keberadaan kami diakui.
Mungkin kau heran bagaimana sampai pemulung mencapai kemajuan yang pesat dan hampir menjadi tonggak perekonomian Negeri kita. Tentunya semua semenjak diberikannya BOP Biaya Operasional Pemulung. Dengan adanya dana itu, kami semua para pemulung dari Sabang sampai Merauke wajib belajar 9 tahun, bahkan minimal harus lulus S1. Dengan demikian, maka akan dihasilkan pemulung cerdas yang akan membantu memajukan Negara. Mari kita lihat bagaimana semua bermula.
[2] Berawal di bulan Desember tahun 2015, kami masih gembel-gembel saat itu. Masih banyak tulisan di ujung gang ‘’Pemulung Dilarang Masuk!”. Saat itu terjadi demonstrasi besar-besaran pemulung. Sesekali terjadi kericuhan dan lempar batu dengan aparat keamanan. Semua terjadi karena beberapa pemulung di tangkap seenak wudel dan dianiaya karena dianggap meresahkan warga. Kami tak tinggal diam. Pemimpin pemulung kami menyuruh semua pemulung untuk turun ke jalan menuntuk ketidakadilan. Menjelang senja, bentrokan mulai reda karena pimpinan Negara telah bertemu pimpinan pemulung kami.
“Masalahnya sebenarnya mudah,” kata pemimpin Negara sambil menyeruput anggur. “Aparat kami menangkap rekan kalian karena kalian meresahkan warga. Banyak laporan bilang kalau kalian itu memungut apa saja yang bisa kalian pungut seenak jidat sehingga sudah mirip pencuri saja. Bagaimana mungkin gigi palsu seorang nenek yang dijemur di depan rumah, kalian ambil juga, bukankah itu sudah keterlaluan. Badan kalian itu juga busuk sehingga orang-orang tak nyaman dengan kalian. Oleh karenanya aparat kami bertindak menangkap kalian dengan tujuan menertibkan dan menciptakan kenyamanan” katanya.
“Baiklah kalau memang itu masalahnya, kami akan mencoba mengerti. Berikan kami sedikit modal dan kami akan mencoba mengubah peradaban pemulung. Jika tidak maka jangan salahkan kami, kehidupan kami memang begini!” kata pimpinan pemulung.
Dengan tanda tangan kepala Negara dan jabat tangan yang difoto para wartawan, maka kucuran dana pun turun dikemudian hari. Perlahan tapi pasti, peradaban pemulung dimulai.
[3] Semua pemulung dari anak-anak sampai orang tua dikumpulkan dan di data. Masing-masing mulai diberi pendidikan. Di sesuaikan dengan kemampuan dan umur. Semua guru terbaik di datangkan. Tentunya guru-guru yang berpengalaman, berdedikasi, serta memiliki kemampuan memulung yang baik, benar, serta sesuai syariat agama. Slogan kami adalah adaptasi dari Ibi Societas Ibi Ius yang kami rubah menjadi “Ibi Trash Ibi Mulung” yang artinya dimana ada sampah maka disitu ada pemulung. Setiap pagi sebelum belajar kami akan berteriak bersama mengucap semboyan itu sebanyak tiga kali.
[4] Semua pelajaran yang diajarkan, kurikulumnya berhubungan dengan memulung. Misalnya suatu ketika guru agama berkata.
“Kalian harus bangga dan bersyukur menjadi pemulung, karena bahkan Malaikat Izrail pun pemulung. Hanya saja dia pemulung terbaik. Dia memulung nyawa-nyawa tiap orang yang berserakan di bumi sesuai titah Tuhannya. Lantas ditampung di Bantar Gebang Akhirat dan nanti tinggal dipilih, nyawa yang baik dimasukan ke sorga sedang yang buruk di jadikan sampah lagi di Neraka. Jadi tenang saja, karena malaikat kita pun pemulung. Amin!” begitulah kurang lebih kata guru agama kami dulu. Namanya H. Gatot Kaca, S.Ip (sarjana ilmu pemulung).
Salah satu guru besar Bahasa Pemulung kami juga pernah menulis di salah satu buletin pemulung. “Dimana-mana yang namanya pemimpin itu pemulung, kecuali yang terhormat pemimpin kami yang adil, jujur, dan bijak. Lihat saja bagaimana setiap calon pemimpin mengais orang demi orang dan memungut suara demi suara. Suara yang Pro akan di olah bagai limbah daya guna untuk dijadikan jubah dan mahkota. Sedang yang Kontra akan dikubur di tanah biar dimakan tikus dan cacing. Jadi jika ada yang menghina para pemulung, maka cukup kalian tertawa membusungkan dada. Alangkah lebih baik bukan, kita memulung sampah yang benar-benar samapah daripada mereka yang memungut suara-suara dan hak-hak tukang sampah!”
Perlu kalian ketahui, tulisan itu mendapat penghargaan dari buletin pemulung. Artikel itu dianggap terbaik sepanjang sejarah pemulung yang disampaikan secara tajam. Setajammmmmm…silet! Eh kater!
Guru sejarah kami pun tak kalah, saat pelajaran Sejarah Peradaban Pemulung dia pernah berkata. “Semua negara besar pernah menjadi pemulung, hanya negara kita yang belum. Ingatkah kalian, dulu sebelum tahun 1945, Jepang yang sipit-sipit itu dan Belanda yang mancung-mancung itu datang ke Negeri kita untuk memulung.
Mereka memungut semuanya. Memungut rempah, memungut hak, memungut keadilan, memungut buruh, memungut gadis-gadis desa, semua dipungut dan tak dibiarkan tersisa. Oleh karenanya mari kita buat sejarah baru, Negara kita harus jadi pemulung juga. Malu kan kalau kita termasuk Negara besar tapi tidak bisa memulung. Makanya ayo semua belajar yang rajin dan berdoa biar cita-cita kita untuk menjadi Negara pemulung tercapai di suatu ketika!” Maka serentak kami berteriak. “Siapppp! Hidup pemulung!.” Begitulah cara guru Sejarah menyemangati kami.
[5] Hingga akhirnya tahun 2027 atas usul guru sejarah kami yang brilian. Kami mulai menyusun strategi mengubah paradigma. Pemulung tetap menjalankan pengolahan sampah yang nantinya di ekspor ke Mancanegara tetapi juga tetap memikirkan cara untuk mencapai cita-cita. Menjadi Negara pemulung dan membalas dendam.
Semua sepakat, kalau pemulung-pemulung yang berprestasi dikirim ke Luar Negeri untuk belajar dan memungut ilmu di sana. Salah satu Negara sasaran kami adalah Jepang, di sana kami memungut pengetahuan akan Sains dan teknologi. Setelah pintar kami akan mengabdi di Negara kami sendiri. Mendidik pemulung lainnya demi tercapainya cita-cita. Kami menolak tawaran Luar Negeri yang mau menggaji kami tinggi apabila bekerja di sana. Sesungguhnya kami cinta Negara kami, kami akan balas dendam. Kami tak mau di jajah lagi.
Kebetulan saya salah satu yang baru saja merampungkan studi saya di Luar Negeri. Oh ya sampai lupa kita belum kenalan. Namaku Cucak Rowo. Karena aku habis menmpuh studi di Luar Negeri, gelarku tambah banyak. Sampai bingung mau taruh dimana. Prof. Cucak Rowo, M. Sampah, dan alhamdullilah saya diamanahi sebagai pimpinan IIMP. Ikatan Intelek Muda Pemulung.
[6] Dari situlah akhirnya pembuktian kami terjawab di tahun 2029. Data resmi yang ada, kami mempunyai 980 Sekolah Dasar pemulung, 800 Sekolah Menengah Pemulung, dan 760 Sekolah Menengah Atas pemulung. Kami juga punya 10 perguruan tinggi pemulung. Semua tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Kami juga resmi memiliki Bank Sampah. Letaknya di Bantul, Yogyakarta. Setiap sampah kalian akan kami bayar sesuai jenis dan bobot. Kami akan beri semacam buku tabungan yang berisi data sampah yang kalian setor, lantas setiap 3 bulan uang akan cair sesuai kriteria dan bobot sampah kalian yang tertera dalam buku tabungan kalian. Itulah bukti konsistensi kami dalam mengolah sampah.
Benar-benar ajaib bukan. Tidak dapat dipungkiri, sekarang pemulung menjadi bagian penting dalam meningkatkan perekonomian negara. Walau kucuran dana dan modal kecil, kami bisa memanfaatkan itu karena kejujuran dan keuletan kami. Sampah kering biasanya kami olah menjadi kerajinan yang nantinya akan di Ekspor ke Mancanegara sehingga kami memiliki pemasukan tetap. Sedang sampah basah kami olah menjadi pupuk dan dibagi rata ke seluruh petani. GRATIS! Itu sebagai penghargaan kami terhadap jerih payah mereka. Keringat mereka yang menetes ke tanah sawahlah yang membuat padi dan sayuran terus subur.
Kami sekarang seperti gurita bersayap garuda. Hampir semua kami punya. Pemimpin, menteri, staf ahli, sekolah, perusahaan, dll. Seandainya masih ada pulau kosong, mendingan kami pindah saja dan membuat Negara sendiri. Negara pemulung. Hanya saja pemimpin kami selalu berpesan “Jangan aneh-aneh, apalagi berfikir membuat Negara baru! Ngurus Negara lama saja masih susah. Hormatilah Garuda! Apa kalian mau kalau kita buat Negara lambangnya burung Perkutut. Jadi ya mending kita benahi dulu Negara kita. Kita buktikan kalau pemulung mempunyai peran besar dalam pengembangan negara!”
Tak heran kejayaan kami membuat pemimpin pemulung kami sering didekati pejabat. Karena dipikiran pejabat, jika kami bisa diajak koalisi maka dengan kemampuan intelek kami pastilah bisa memungut suara-suara orang yang GOLPUT. Tetapi sayangnya pimpinan kami adalah orang-orang baik, beriman dan bijak sehingga dengan halus dia menolaknya dengan berkata. “Tujuan pemulung bukan berpolitik, melainkan meningkatkan perekonomian Negara dan mencapai cita-cita untuk memulung kekayaan Bangsa lain.” Begitulah jawaban bijak pemimpin kami. Namanya adalah Ir. H. Imam, M. Ulung.
[7] Jika dulu di ujung gang-gang perumahan tertulis “Pemulung Dilarang Masuk!” maka di zaman kejayaan pemulung ini, tulisan itu berubah seketika. “Para pemulung yang Terhormat, silahkan masuk ^_^”. Olala…lihat ada lambang senyuman yang berarti kami sudah seperti keluarga yang patut disambut.
(sebenarnya ada lanjutan ceritanya ... ini hanya bagian yang aku suka :) ... klo mau tau lanjutannya, kunjungi aja sumbernya :) )
0 komentar:
Posting Komentar