Pihak COP mengaku telah mengantongi daftar nama orang yang diduga memelihara orangutan. Namun, tindak lanjut atas daftar tersebut masih harus menunggu hasil verifikasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah.
Menurut Dhaniek Hendarto, conservation specialist yang memimpin tim Centre for Orangutan Protection (COP), sebagai satwa yang dilindungi, orangutan tidak boleh dipelihara tanpa izin. Atas alasan itu pula, COP bekerja sama dengan BKSDA Jawa Tengah menyita Rani, seekor orang utan yang dipelihara ilegal oleh Muchtar Efendi, seorang pengelola Klinik Bersalin Kurnia di Cilacap.
Primata bernama latin Pongo pygmaeus yang dipanggil Rani tersebut langsung dibawa ke Semarang setelah disita untuk kemudian diterbangkan ke pusat rehabilitasi di Kalimantan Tengah.
”Rehabilitasi Rani diperkirakan memakan waktu cukup lama karena ia dipelihara manusia sejak kecil dan terbiasa makan makanan pemberian. Di pusat rehabilitasi nanti kami berharap Rani bisa cepat beradaptasi,” kata Dhaniek, Minggu (6/3/2011).
Muchtar Efendi yang sempat menolak menyerahkan orang utan yang dipeliharanya saat ini terancam hukuman lima tahun penjara atau denda Rp 100 juta karena melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Sejauh ini, tambah Dhaniek, Muchtar hanya mendapat teguran dari aparat yang berwenang dan harus merelakan orangutan itu disita untuk dikembalikan ke habitatnya di hutan Kalimantan.
”COP berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan bisa mengawal kasus kejahatan terhadap satwa liar ini agar proteksi terhadap satwa liar lebih optimal dan menimbulkan efek jera bagi para pelanggar,” kata Dhaniek.
0 komentar:
Posting Komentar