Dengan mengendap-endap aku melompat dari jendela kamarku, sore ini aku mempunyai janji dengan Dara gadis manis tetangga sebelah yang kukenal secara tak sengaja di taman kota. Sudah dua minggu ini aku menjalin hubungan rahasia dengan dia. Tak seorangpun kuberi tahu, termasuk juga nyonyaku. Sebab nyonyaku termasuk tipe wanita yang agak cerewet, aku dilarangnya bergaul dengan sembarangan teman, bahkan untuk keluar rumahpun terkadang aku dilarangnya.
Senja ini langit tampak cerah, angin sepoi-sepoi mengecup dedaunan yang menari indah, burung-burung gereja melayang pulang ke rumah, pohon-pohon akasia yang tumbuh rindang ditepian jalan berdiri dengan gagah, menatap lalu lalang kendaraan dari segala arah, dan wajah kota tengah berdandan menyambut malam dengan penuh gairah.
Aku berlari-lari kecil sambil bersiul, mendendangkan lagu-lagu yang sedang gaul. Dimataku terbayang wajah si Dara tengah tersenyum manis, menungguku ditengah taman dibawah pohon manggis, didekat danau kecil yang dipenuhi burung belibis. Hatiku berdesir-desir dipermainkan rindu, bulu-bulukupun meremang tegak menugu, bening bola matanya bermain-main di angan-anganku.
Tiba-tiba suara klakson keras berbunyi, diiringi teriakan serapah dan caci maki, karena aku nyelonong menyeberang jalan tanpa permisi. Lamunanku mendadak buyar menepi, tapi aku terus berlari tak peduli, menyusuri jalan sempit dan sepi, berharap segera menemui pujaan hati. Tepat ditengah taman dibawah pohon manggis, senyum si Dara tersungging manis, seperti pelangi dirinai gerimis, debar di jantungkupun terkinyis-kinyis.
********************************************
“ Hai apa kabar, lama menunggu ya”, sapaku basa-basi.
“ Ndak, baru saja kok beberapa menit sebelum kamu“, jawabnya dengan lembut.
Ah hatiku benar-benar berbunga-bunga mendengar kata lembutnya, jiwaku serasa melambung di awang-awang jingga, rerumputan di taman inipun bergoyang-goyang seolah menggoda.
“ Mari kita berjalan-jalan menyusuri taman ini yuk “, ajakku kepadanya.
“ Boleh ayo”, sambil mengangguk dia mengiyakan ajakanku.
********************************************
Berjalan berdua berdampingan, menyusuri indahnya taman, bunga-bunga bermekaran indah menawan, semerbak harumnya menebar wewangian, kicau burung-burung parkit hinggap di dahan-dahan, desah angin berhembus lembut perlahan, sepasang kecoak bercumbu didalam selokan, warna senja benar-benar elok mempesonakan.
“ Hey berhenti kau !”, suara bentakan tiba-tiba muncul dari balik rimbun ilalang.
Gareng si preman kelas keteng, tubuhnya kerempeng dan penuh koreng, telah berdiri petentang-petenteng, menghadang didepan kami sambil matanya mencereng.
“Mau kemana kalian, sore-sore berpacaran ditempat umum “, tanyanya kasar.
“Tahu nggak kalian taman ini adalah daerah kekuasaanku “, bentaknya dengan suaranya yang cempreng.
“Hei Gareng, bukankah taman ini milik umum, kenapa kau mengaku-aku kepunyaanmu !“, bentakku tak kalah kerasnya.
“Kamu berani ya, kamu menantangku ya !”, Gareng semakin garang membentakku.
“Iya, memangnya kenapa, aku tak akan takut kepadamu !”, gertakku.
“Sudahlah bang jangan diterusin, tak baik bertengkar di tempat umum !”, bisik Dara dengan khawatir kepadaku.
Tetapi tiba-tiba saja Gareng menerjang ke arahku, dengan gesit dan reflek yang kupunya akupun berhasil menghindar darinya. Si Dara berteriak-teriak histeris berharap kami berhenti berkelahi. Gareng terus menerjang dengan garang, aku tak kalah gesit terus menghindar dan sesekali balas menerjang. Hingga pada suatu kesempatan aku berhasil menendangnya hingga terjengkang, lalu dia pun lari tunggang langgang.
Ketika hendak kukejar dia, si Dara melarangku, “Sudahlah bang ndak usah dikejar lagi dia!”
“Kita pulang aja yuk bang!” ajak si Dara.
“Kenapa pulang? Kita kan belum puas menikmati jalan-jalan kita?” elakku.
“Tapi bang, hati Dara sudah nggak nyaman lagi disini bang,” Dara terus merengek.
“Dara takut nanti si Gareng akan mengajak teman-temannya mengeroyok abang," terang Dara ketakutan.
Setengah terpaksa kami berdua pun melangkah pulang, meski sebenarnya hatiku masih gamang, sebab rasa cinta di dada belum sempat tertuang dan gelegak-gelegak kerinduan masih terus mengguncang-guncang.
********************************************
“Hey dari mana saja kau sepanjang sore ini sayang?” sergah nyonya di depan pintu.
Lalu dengan rasa sayang dia memelukku dan membawaku duduk di sofa di ruang tamu, jemari-jemari lembutnya mengelus-ngelus kepalaku sedangkan aku berbaring dengan manja di pangkuannya.
Nyonyaku adalah seorang janda, semua anak-anaknya telah menikah dan tinggal diluar kota, dia tinggal di rumah ini hanya ditemani Iyem pembantu rumah tangga dan aku. Mungkin karena dia merasa kesepian sehingga dia benar-benar sangat sayang kepadaku. Dia merawatku dengan penuh kasih sayang seperti layaknya anaknya sendiri, meski terkadang dia agak cerewet dan memarahiku, mungkin itu karena rasa perhatian dan sayangnya kepadaku.
“Wah kelihatannya kamu belum makan sore ini ya sayang,” bisik nyonya sambil mencium leherku.
“Makanya jangan sering main keluar rumah, kamu nanti jadi kotor dan bau “, nasehatnya kepadaku.
Aku terdiam sambil memandang sorot matanya yang menatap penuh kasih kepadaku.
“Iyem!” tiba-tiba dia berteriak memanggil si Iyem.
“Iya nya!” Ada apa nya!” sahut Iyem dari dapur.
“Ambilkan biscuit dan susu untuk makan si Hitam ya!” perintah nyonya.
“Baik nya!” jawab si Iyem
Bergegas si Iyem mengambil biscuit kaleng dan susu dari kulkas untuk makan malamku.
0 komentar:
Posting Komentar